Friday 19 August 2016

Setetes Kehidupan Seorang Outsider

Mempercayai dan tidak mempercayai suatu hal pada saat yg sama -> salah satu dilema yg dihadapi seorang outsider.

Kami melihat semuanya, percaya bahwa kami mengetahui alasan kenapa ada orang yg percaya pada suatu hal dan ada pula yg tidak. Kami bilang pada diri kami sendiri, "Percaya atau tidak percaya pada suatu hal itu tergantung pada pengalaman yg diberikan alam pada seseorang. Pengalaman akan menuntun manusia menuju hal-hal yg berbeda."
Lalu ketika seseorang bertanya pada kami, "Jadi apakah kau percaya atau tidak pada hal itu?" Jawaban kami adalah, "Percaya dan tidak percaya di saat yg sama, tergantung keadaan yg kami hadapi."

Orang-orang insider mengalami pengalaman nyata dalam hidup mereka; kamu mengalaminya, lalu pengalaman itu masuk ke dalam dirimu dan mempengaruhi perasaan dan cara berpikirmu. Secara nyata kamu mengalaminya dalam tubuh fisikmu dan melihatnya sebagai suatu hal yg terhubung padamu; pengalaman itu terjadi padamu sehingga pengalaman itu terhubung dengan dirimu menjadi bagian darimu.

Berbeda halnya dengan outsider. Kami tidak mengalami pengalaman secara langsung dalam tubuh fisik. Kami mendengar dan melihat orang-orang mengalami suatu pengalaman, lalu kami menganalisisnya memecahnya menjadi beberapa keping sifat seperti potongan puzzle yg bisa disatukan pada apapun yg memiliki bentuk yg saling terkait, lalu kami membayangkan perasaan yg timbul akibat mengalami suatu pengalaman, lalu kami kembali menganalisa apa kira-kira dampaknya pada orang-orang yg memiliki karakteristik yg berbeda. Tapi, voila, kami jarang dikunjungi pengalaman-pengalaman. Dan jika pengalaman itu datang kami tidak merasa terhubung olehnya, tidak merasa bahwa pengalaman itu adalah bagian dari diri kami.

Keuntungannya untuk kami adalah bahwa kami tidak pernah dipusingkan pada pemikiran adanya masalah. Kami tahu bahwa pengalaman itu tugasnya datang pada manusia yg hidup, jadi kami menganggap hal itu sebagai kewajaran dan tidak menganggap apapun yg mendatangi kami sebagai masalah. Tapi kerugiannya bagi kami ketika kami terlena pada "kewajaran" itu adalah perasaan bagaikan robot, kami merasa tidak hidup. Itulah kenapa alasan hidup kami adalah untuk merasa hidup, dan bukan alasan-alasan dengan nilai moral dan nilai luhur untuk bahu membahu menolong umat manusia.

Kami berjalan di bumi dengan mengenakan topeng insider, berharap dapat berbaur dengan orang-orang lainnya dan mengemukakan bahwa tujuan hidup kami sama bermoral dan sama luhurnya dengan semua orang, meskipun sebenarnya kami outsider yang tujuan hidupnya hanyalah ingin bisa merasakan sensasi hidup itu sendiri, "Aku hanya ingin bisa merasa."

No comments:

Post a Comment