Thursday 25 August 2016

SECUIL KEBAHAGIAAN Oleh Wening Sekar S.

SECUIL KEBAHAGIAAN
Oleh Wening Sekar S.

Ini adalah sebuah kisah seorang anak perempuan bernama Wasi yang berumur 17 tahun, penyendiri, dan berharap suatu keajaiban dongeng akan menghampirinya. Ia mengharapkan keajaiban dongeng karena dia merasa hidupnya begitu hambar.

“Dua hari yang lalu kita tes matematika. Tapi aku sama sekali tak merasa resah. Secara otomatis aku mempelajari materi yang menjadi bahan tes, tapi sama sekali tak memiliki keresahan tidak mampu ataupun kepercayaan diri akan berhasil. Benar-benar tak ada letupan perasaan dalam diriku.” Dan temannya, Via, akan menimpali, “Kau aneh.”dengan mata menyipit sebelah dan menatapnya cukup lama dengan mengernyitkan wajah.

“Lalu setelah selesai mempelajari materi, aku mendaratkan tubuhku ke kasur dengan novel di tangan. Akhirnya dari jam tujuh sampai jam dua belas malam aku melahap novel itu, lalu tidur.” Lanjut Wasi yang akan ditimpali Via, “Kau gila.”

“Aku hanya merasa yakin akan baik-baik saja. Dan lagipula aku sudah mempelajarinya. Nilai jelek tak akan membuatmu mati.” Pernyataan ini pun memiliki efek yang sama dari Via, “Kau benar-benar sinting.”

“Ah, aku butuh liburan ke negeri ajaib. Kenapa tak ada kelinci berompi yang membawa jam saku datang padaku sambil berkata,’Kita sudah tak punya waktu lagi.’” Wasi menghempaskan tubuhnya ke kasur. Tangannya telentang ke atas kepala sambil sedikit mendesah.

“Itu juga tak akan membuatmu mati jika tak mendapatkannya.” Via mengucapkannya tanpa memperhatikan Wasi. Ia duduk dengan tenang di kursi belajarnya sambil masih membuat ringkasan pelajaran biologi.

“Tidak, itu akan membuatku mati; mati bosan.” Wasi menggelindingkan tubuhnya di kasur mengarah ke Via. Ia menatap lama temannya itu. “Apa?” tanya Via. Dia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari buku di hadapannya.

“Kau bisa merasakan kalau aku sedang menatapmu?” Wasi mendongakkan tubuhnya. Matanya sedikit terbelalak dan dia berusaha mengumpulkan perasaan menyenangkan dari satu fakta alami ini. Dia berusaha dengan keras, “Aku akan bilang kau hebat, masalahnya aku kecewa pada diriku sendiri.” Sekarang Via menatapnya, “Apa maksudmu kecewa?”

“Kupikir aku seperti Jean-Baptiste Grenouille; tak bisa dirasakan keberadaannya dan tak memiliki aroma tubuh.” Mata Wasi berbinar. Itu berarti kepalanya sedang dipenuhi imajinasi. Satu lagi tanda ketika ia sedang dipenuhi imajinasi; mulutnya terbuka dan tangannya berada di satu posisi dramatik. “Kau pikir kau hantu? Jangan ngawur.” Via memukulkan buku catatannya ke kepala Wasi. Ini selalu berhasil membawa Wasi kembali ke dunia nyata, “Sebaiknya kau mulai belajar. Besok ada tes biologi.”

“Kau mau dengar cerita yang kubuat tentang impuls?” ini cukup mengasyikkan untuk Wasi; menggabungkan materi sekolah dengan cerita heroik, romantik, dan dramatik. Wasi sibuk mencari buku biologinya di tas.

Via memberinya saran untuk mengirimkan cerita-cerita Wasi ke majalah atau membuat buku kumpulan cerita pendeknya sendiri, tapi Wasi selalu tak percaya diri. “Andai aku paham cara menulis, akan kuberi dia saran dan masukan agar lebih percaya diri pada ceritanya.” Via selalu berpikir seperti itu setiap kali dia gagal meyakinkan Wasi bahwa karangannya bagus.

Wasi membuka buku biologinya. Mencari bab tentang sitem regulasi manusia dan berhenti di sub bab prinsip penghantaran impuls. Via duduk di samping Wasi. Mereka duduk di karpet kamar. “Kau belum menuliskannya di buku ceritamu?” Via bertanya saat Wasi sibuk membuka-buka lembaran buku teks biologi. “Baru tadi kubuat saat Pak Wali menerangkan bab ini. Hari ini buku ceritanya tertinggal di rumah.” Jawab Wasi yang ditimpali Via, “Tumben.”

“Aku ganti tas. Ibu sedikit sensitif karena dari kemarin aku belum memakai tas pemberiannya.”

“Ibu membelikanmu tas?”

“Aku tahu, aku senndiri juga kaget.” Wasi diam sebentar, “Nah ini dia.”

Via membenahi posisi duduknya, siap mendengarkan cerita Wasi.

“Perjalanan Raja Impulsa di Negeri Kepulauan Neuron.” Wasi mulai membacakan ceritanya.

“Itu judulnya?”

“Yap. Sekarang diamlah, dengarkan sampai selesai.”

“Oke, maaf.”

Wasi pandai berimajinasi dan menuliskan cerita, tapi ia sama sekali tak pandai bercerita. Tak ada nyawa, bisa kau bilang begitu. Hanya ketika kepalanya dipenuhi imajinasi saja mata Wasi berbinar mengisyaratkan jiwa, nyawa, dan perasaan dari tubuhnya.

“Raja Impuls hidup di Negeri Kepulauan Neuron. Sebuah negeri besar yang hijau dan berada di puncak daratan yang amat tinggi. Kau bisa menyentuh awan, merasakan udara yang segar, dan melihat cahaya-cahaya indah baik di atas daratan negeri itu maupun di bawahnya. Meskipun cahaya-cahaya itu indah, tapi kau harus berhati-hati, mereka akan melukaimu, bahkan meskipun cahaya-cahaya itu tak bermaksud melukaimu.

“Raja Impuls memerintah sebuah peradaban masyarakat yang disebut Istana Akson. Untuk melindungi rakyatnya, yang tinggal di Istana Akson dari cahaya-cahaya indah, Raja Impuls membuat selubung putih myelin. Myelin dibuat dari banyak bahan Schwann. Ia akan melindungi rakyat di Istana Akson dari cahaya-cahaya indah dengan masih dapat melihat keindahan cahaya-cahaya itu. Daerah yang tak ditinggali rakyat Istana Akson tak diselubingi myelin. Daerah itu disebut Nodus Ranvier. Nodus Ranvier adalah daerah terhijau dan terbiru di Negeri Kepulauan Neuron.

“Raja Impuls memiliki satu takdir; setelah berhasil membuat selubung myelin di sebuah pulau, Raja Impuls harus beralih ke pulau berikutnya untuk membuat selubung myelin di Istana Akson yang lain. Selain membuatkan selubung myelin, Raja Impuls juga membentuk pasukan militer Permeabilitas yang akan melindungi dan membantu rakyat di Istana Akson jika tiba saatnya Raja Impuls pergi.

“Ketika tiba saatnya Raja Impuls pergi, ia akan pergi sendirian, tanpa dikawal. Dia harus pergi sampai ke Gerbang Pra-Sinaps di ujung terluar Istana Akson. Gerbang Pra-Sinaps adalah gerbang keluar dari sebuah pulau Neuron. Dari Gerbang Pra-Sinaps, Raja Impuls berjalan menuju Gerbang Post-Sinaps yang berada di sisi lain pulau Neuron. Gerbang Post-Sinaps berada di Kerajaan Dendrit, sebuah Kerajaan yang harus dilewati sebelum menuju peradaban Istana Akson. Di Kerajan Dendrit terdapat banyak rawa, sungai, dan tumbuhan air. Sedikit yang dibisa dilewati dengan kaki, tapi cukup indah untuk dilewati.

“Dari pintu Gerbang Pra-Sinaps menuju pintu Gerbang Post-Sinaps terdapat perbatasan yang disebut Celah Sinaps. Perbatasan Celah Sinaps ini berupa jurang dalam yang tidak pernah diketahui seberapa dalamnya. Raja Impuls tak mampu melewatinya begitu saja. Kaki-kaki Raja Impuls tidak cukup panjang untuk melompat menyeberangi perbatasan itu. Tapi itu bukan hal yang harus dicemaskan. Terdapat satu suku yang tugasnya mengawal Raja Impuls menyeberangi perbatasan Celah Sinaps. Suku itu bernama Neurotransmitter. Selain menjadi pengawal Raja Impuls saat menyeberangi Celah Sinaps, Neurotransmitter juga bertugas sebagai penjaga pintu Gerbang Pra Sinaps.

“Selain dibantu suku Neurotransmitter, penyeberangan Raja Impuls juga dibantu pasukan militer Permeabilitas yang menjaga daerah itu. Mereka menyediakan kereta kencana Ion Ca. Dan berkat bantuan banyak pihak, Raja Impuls berhasil menyeberang untuk menunaikan tugasnya di Negeri Kepulauan Neuron.”

Wasi menutup bukunya. Dia memandang Via. Matanya berbinar, terlihat sangat puas, “Bagaimana menurutmu?”

“Kau harus membuat negeri itu lebih hidup. Itu sungguh bagus.” Jawab Via. Imajinasi Wasi selalu dapat mengejutkannya. Ia pikir Wasi adalah seorang penyusun cerita yang hebat.

“Kau menyukainya? Ini seperti sketsa. Kutulis dengan cepat saat ide itu datang.” Wasi membereskan bukunya, mengambil tasnya, lalu memasukkannya ke dalam tas.

“Aku sangat suka. Kembangkanlah. Aku ingin tahu bagaimana negeri kepulauan itu, aku ingin tahu apa cahaya-cahaya indah yang membahayakan itu, aku ingin tahu bagaimana orang-orang di Istana Akson hidup, dan aku ingin tahu lebih banyak tentang Raja Impuls.” Via bersungguh-sungguh yang ditimpali Wasi, “Bacalah buku teks biologimu dan kau akan tahu semua itu.” Wasi berbenah diri dan membereskan barang-barangnya. Hal ini mengundang tanya Via, “Kau sudah mau pulang?”

“Aku rasa aku harus pulang.”

“Tapi kau bahkan belum mulai belajar. Jangan bilang kau tidak akan belajar untuk ujian besok dan malah mau melanjutkan membaca novel baru itu.” Via menunjuk pada novel yang baru akan dimasukkan Wasi ke dalam tas. Wasi nyengir lalu berdiri, berjalan menuju pintu, “Kau tahu aku dengan sangat baik.” Via memukulkan buku tulisnya pada Wasi, “Dasar kau.”
***
Wasi menarik lengan Via, “Kau lihat orang itu? Dia memperhatikan kita terus.” Wasi berbicara berbisik seolah orang yang dia bicarakan akan bisa mendengarnya bicara. Mereka sedang berada di pameran buku. Tapi mereka sedang mengantri makanan; sosis besar dengan harum merica dan paprika yang menyegarkan sedang dipanggang.

“Ah, aku tahu orang itu. Kau tunggu di sini.” Via berjalan mendekati orang yang Wasi bicarakan. Via datang bersama orang itu. “Nah, Wasi, ini sepupuku yang kuceritakan tadi, namanya Lintang. Aku mengajaknya datang bersama tapi tadi dia ada urusan.” Via memperkenalkan mereka.

“Hai, aku Lintang.” Dia menjabat tangan Wasi. Wasi meraih jabatan tangannya, “Wasi.” Wasi menarik Via, sedikit menjauh dari Lintang sambal berbisik, “Kau tahu aku tak pandai bergaul, kenapa kau ajak dia bersama kita?” mukanya cukup menunjukkan kalau Wasi terganggu dengan kehadiran orang itu.

“Ada yang ingin kukatakan pada kalian berdua. Sosisnya matang, ayo cari tempat.” Ya, terlalu berisik di sana untuk bicara. Pameran buku itu cukup ramai dikunjungi banyak orang. Mereka mendapatkan tempat duduk untuk makan jauh di ujung tempat pameran buku. Ada kursi taman di sana, dekat dengan pintu keluar parker motor, tak begitu ramai.

“Jadi apa yang ingin kau bicarakan?” Lintang memulai. Via menjawab dengan, “Lintang, ini Wasi yang kuceritakan padamu kemarin.” Via memulai, “Dia cukup pemalu, dia penyendiri dan tidak mudah bergaul dengan orang baru.”

“Hm, terima kasih.” Sela Wasi. Via menatapnya. “Oke, lanjutkan.” Kata Wasi kemudian. Via melanjutkan kalimatnya, “Kau bekerja di majalah, dan aku yakin kau mengerti banyak tentang menulis. Aku ingin kau membantu Wasi mengembangkan bakat menulisnya. Aku suka cerita-cerita Wasi, tapi dia selalu tak percaya diri dengan ceritanya sendiri dan selalu menolak saranku untuk coba mengirimkannya ke majalah. Jadi kupikir, jika orang yang mengerti tentang menulis yang memberinya saran, itu akan membuat Wasi lebih percaya diri pada hasil tulisannya. Dia imajinatif. Dia bahkan membuat cerita dari materi biologi. Bagiku itu mengesankan. Apa pendapatmu, Lintang?”

“Kau memandangku berlebihan, Via.” Kata Lintang. Wasi menambah, “Padaku juga.”

“Kau mungkin harus membacanya sendiri.” Kata Via. Dia meraih tas Wasi, membukanya tanpa sedetikpun berhenti untuk mengatakan apa maksudnya pada Wasi, lalu mengeluarkan buku tulis kumpulan cerita Wasi, “Ini buku sketsa ceritanya. Bacalah.”

“Kau bercanda, Via.” Kata Wasi.

Via menatapnya. Cukup meyakinkan Wasi bahwa dia tak bercanda. Wasi pasrah, sambal lanjut mengunyah sosis enaknya, “Kau mau menghabiskan sosisnya?” tanya Wasi. “Makanlah. Aku terlalu bersemangat untuk makan.” Via menyerahkan sosisnya. Senyumannya cukup jelas menunjukkan semangat yang dia katakan.

Lintang membuka lembaran buku tulis kumpulan cerita Wasi. Via memperhatikan dengan tenang, matanya membelalak berbinar, semangatnya terpancar dari matanya. Wasi melanjutkan makan sosis dengan hati yang gundah. Lagipula dia tak bisa menolak apa yang Via lakukan, tak pernah bisa. Via selalu punya kekuatan khusus yang tak bisa Wasi lawan. Mereka berteman dengan cara yang unik.

Sementara Lintang membaca, Wasi yang telah menghabiskan dua sosis jumbo mengajak Wasi menyingkir sebentar. Ia bicara dengan berbisisk, “Kau gila. Aku selalu tahu kau lebih gila daripada aku. Tapi tak kusangkan kau segila ini.”

“Ini akan menyenangkan. Kau tak perlu khawatir.”

“Bagaimana jika dia tak tahan dengan sikap diamku? Bagaimana kalau ceritaku begitu kekanak-kanakan untuknya? Aku hanya akan merasa malu dan bodoh.” Tak hanya penyendiri, Wasi juga pemalu. Kombinasi yang tepat untuk memunculkan pemikiran seperti itu.

“Aku akan selalu bersamamu. Aku yang akan mencairkan suasana. Kau tenang saja. Kau hanya perlu berkonsentrasi pada ceritamu.”

“Kau janji kau akan selalu ada?” pertanyaan Wasi yang dijawab Via dengan mantap, “Aku janji.” Dan akhirnya Wasi luluh, “Baiklah.”

Mereka berjalan kembali ke tempat Lintang. Lintang masih belum selesai membaca. Dia tersenyum-senyum sendiri. Wasi menyikut Via, berbisik, “Lihat reaksinya. Sudah kubilang ceritaku tak bagus.” Namun Via hanya tersenyum, “Tenanglah. Diam saja dulu!” Wasi menundukkan kepalanya, “Kau hanya akan mempermalukanku.” Dia tak bisa diam, gelisah di tempatnya duduk.

“Tidak. Aku bukan tersenyum karena ini jelek atau menertawakan ceritamu. Aku tersenyum karena ceritamu begitu jujur, polos, mengalir, dan memberikan sensasi yang membuatku ingin tersenyum. Tapi bukan berarti jelek.” Lintang bicara.

“Oh bagus, kau mendengarnya.”

“Ayolah Wasi, ini bukan hal yang memalukan. Lagipula kau tak harus segelisah ini. Tes matematika saja bisa kau hadapi tanpa gelisah.” Via mencoba meyakinkan Wasi.

“Kau tahu, beberapa ceritamu bisa dimuat di majalah tempatku bekerja. Temanya sesuai untuk pembaca kami. Tapi memang harus ada sedikit editing. Apa kau mau merevisinya?” bagi Via, kata-kata Lintang ini adalah bukti bahwa dia selama ini benar; Wasi punya bakat dan ceritanya bagus.

“Well, kalau kalian bilang bagus, apa salahnya kucoba.”

“Nah, begitu dong. Ah, aku harus bekerja keras untuk meyakinkanmu. Akhirnya aku berhasil.” Via memeluk Wasi. Jelas terlihat betapa ia senang dengan perkembangan ini. “Kau tahu, jika kau mendapat fee kau harus membaginya denganku. Aku ini manajermu.”

“Oh, selamat Via sang penemu bakat dan manajer yang baik.”

“Oh ayolah, kau harus mengakuinya, Wasi.” Dan mereka tersenyum bersama.

Dan begitulah secuil kebahagiaan yang dapat dirasakan karena seorang sahabat. Perasaan hangat ketika ada seseorang yang menerimamu apa adanya. Perasaan manis menyenangkan ketika kau ingin melihat temanmu berhasil. Perasaan hangat karena kalian ada untuk satu sama lain.

Kehidupan tak akan begitu hambar ketika kau menikmati perasaan-perasaan hangat dan manis dari tindakan baik orang-orang di sekitar kita. Seraplah, rasakanlah, dan nikmatilah bagian kecil keindahan dunia.

Friday 19 August 2016

Setetes Kehidupan Seorang Outsider

Mempercayai dan tidak mempercayai suatu hal pada saat yg sama -> salah satu dilema yg dihadapi seorang outsider.

Kami melihat semuanya, percaya bahwa kami mengetahui alasan kenapa ada orang yg percaya pada suatu hal dan ada pula yg tidak. Kami bilang pada diri kami sendiri, "Percaya atau tidak percaya pada suatu hal itu tergantung pada pengalaman yg diberikan alam pada seseorang. Pengalaman akan menuntun manusia menuju hal-hal yg berbeda."
Lalu ketika seseorang bertanya pada kami, "Jadi apakah kau percaya atau tidak pada hal itu?" Jawaban kami adalah, "Percaya dan tidak percaya di saat yg sama, tergantung keadaan yg kami hadapi."

Orang-orang insider mengalami pengalaman nyata dalam hidup mereka; kamu mengalaminya, lalu pengalaman itu masuk ke dalam dirimu dan mempengaruhi perasaan dan cara berpikirmu. Secara nyata kamu mengalaminya dalam tubuh fisikmu dan melihatnya sebagai suatu hal yg terhubung padamu; pengalaman itu terjadi padamu sehingga pengalaman itu terhubung dengan dirimu menjadi bagian darimu.

Berbeda halnya dengan outsider. Kami tidak mengalami pengalaman secara langsung dalam tubuh fisik. Kami mendengar dan melihat orang-orang mengalami suatu pengalaman, lalu kami menganalisisnya memecahnya menjadi beberapa keping sifat seperti potongan puzzle yg bisa disatukan pada apapun yg memiliki bentuk yg saling terkait, lalu kami membayangkan perasaan yg timbul akibat mengalami suatu pengalaman, lalu kami kembali menganalisa apa kira-kira dampaknya pada orang-orang yg memiliki karakteristik yg berbeda. Tapi, voila, kami jarang dikunjungi pengalaman-pengalaman. Dan jika pengalaman itu datang kami tidak merasa terhubung olehnya, tidak merasa bahwa pengalaman itu adalah bagian dari diri kami.

Keuntungannya untuk kami adalah bahwa kami tidak pernah dipusingkan pada pemikiran adanya masalah. Kami tahu bahwa pengalaman itu tugasnya datang pada manusia yg hidup, jadi kami menganggap hal itu sebagai kewajaran dan tidak menganggap apapun yg mendatangi kami sebagai masalah. Tapi kerugiannya bagi kami ketika kami terlena pada "kewajaran" itu adalah perasaan bagaikan robot, kami merasa tidak hidup. Itulah kenapa alasan hidup kami adalah untuk merasa hidup, dan bukan alasan-alasan dengan nilai moral dan nilai luhur untuk bahu membahu menolong umat manusia.

Kami berjalan di bumi dengan mengenakan topeng insider, berharap dapat berbaur dengan orang-orang lainnya dan mengemukakan bahwa tujuan hidup kami sama bermoral dan sama luhurnya dengan semua orang, meskipun sebenarnya kami outsider yang tujuan hidupnya hanyalah ingin bisa merasakan sensasi hidup itu sendiri, "Aku hanya ingin bisa merasa."

Friday 1 July 2016

Hidup Seorang Penyendiri

Pada dasarnya manusia itu makhluk individu dan makhluk sosial (apapun kasusnya ni empunya blog selalu dipertemukan dengan.kesimpulan ini; dualisme). Kita memperoleh manfaat dari bergaul dan kita memperoleh manfaat saat kita sendirian. Dengan catatan harus seimbang. Keseimbangan ini berguna agar kehidupan kita tidak tertekan (terlalu banyak hal tidak menyenangkan) juga tidak membosankan (terlalu banyak hal menyenangkan). Bagi seorang penyendiri, keseimbangan itu didapat ketika waktu menyendiri lebih banyak dari waktu bergaul. Bukan tanpa latar belakang, penyendiri selalu punya dasar pengalaman yang menjadikannya seorang "penyendiri".

Apa yang menyebabkan ni empunya blog menjadi seorang "penyendiri" adalah apa yang akan ditulis dalam postingan ini.

Langsung pada poin-poinnya saja, ni empunya blog menjadi seorang penyendiri karena di awal hidupnya (usia dini) ni empunya blog memiliki perasaan yang tidak tertangani; 1) ketakutan, 2) kurang percaya diri, 3) dualisme kepatuhan dan pembangkangan (poin ketiga cukup menarik bagi ni empunya blog). Well, ya . . .

Ni empunya blog ingat saat pelajaran IPA di SD tentang adaptasi dan seleksi alam ni empunya akun tiba-tiba berpikir, "Aku akan jadi orang yang mati duluan karena aku akan gagal beradaptasi dan tidak lolos seleksi alam. Aku tidak bisa makan banyak makanan (picky eater), aku bodoh, dan aku tidak berguna." (Well ya, anak SD yang berpikiran seperti itu adalah NI EMPUNYA BLOG, catat, hah). Itu masalah besar bagi ni empunya akun. Dulu pernah coba dibicarakanpada orang dewasa, tapi tanggapan mereka hanya, "Halah." (jika dipanjanglebarkan isinya, "Itu tidak wajar, kamu harus menghilangkan pikiran seperti itu dari kepalamu." dengan intonasi bahwa pemikiran itu sama sekali tidak penting) Jadi ni empunya blog benar-benar menghilangkan pikiran itu tapi tidak serta-merta menghilangkan kepercayaan dari pemikiran itu. Dan ini hanya salah satu bentuk ketakutan yang menjadi penyebab ni empuny blog menjadi seorang penyendiri. Tapi intinya adalah ketika ni empunya blog benar-benar ketakutan akan suatu hal lalu membicarakannya dengan orang dewasa untuk mendapat bantuan tapi tanggapan mereka hanya berupa "halah" yang mengesampingkan ketakutan itu, ketakutan itu sama sekali tidak hilang, dalam hati kecil (biasanya dikenal sebagai alam bawah sadar) ketakutan itu tetap menjadi masalah. Apalagi karena selama hidup, ni empunya blog melihat bahwa ketakutan-ketakutan ni empunya blog ternyata masuk akal. Jika kau "tak berguna" kau tak akan bisa beradaptasi. Hal ini membuat ni empunya blog takut pada hidup itu sendiri. Ketakutannya semakin banyak dan semakin besar, dan ketakutan itu mengunci ni empunya blog untuk "menyendiri" karena, "Aku takut merepotkan orang lain karena aku tidak bisa hidup karena aku tidak pandai adaptasi." Dan pemikiran ini menstimulasi ni empunya akun untuk belajar "hidup sendiri".

Ni empunya blog selalu kikuk karena ni empunya blog selalu tidak percaya diri, bahkan dalam hal paling sederhana. Seorang dewasa meminta tolong mengambilkan merica, ni empunya akun bisa bertanya sampai tiga kali pada orang dewasa tersebut, "Merica?" Pertama, untuk memastikan bahwa ni empunya blog tidak salah dengar benda apa yang ia minta diambilkan. Kedua, untuk memastikan apakah ia benar-benar meminta bantuan ni empunya blog atau ni empunya blog hanya terlalu kegeeran ada orang yang meminta bantuannya. Dan yap, ini sangat berpengaruh pada pemikiran, "Aku tidak percaya ada orang yang mau minta bantuan pada orang kikuk dan bodoh sepertiku." Dan tak terlepas dari ketakutan, ni empunya blog takut malah menambah masalah saat proses membantu orang lain sedang berjalan, seperti yang beberapa kali (sering?) terjadi. Ada yang meminta bantuan, ni empunya akun bantu, tapi dalam proses pengerjaannya ternyata malah menambah masalah pada orang yang dibantu. Ketakutan meningkat, kepercayaan diri menurun, boom, pemikiran terbentuk, "Jika orang-orang tidak berhubungan denganku setidaknya satu future problem mereka akan hilang. I'll help you dengan tidak berhubungan denganmu." Dan pemikiran ini menstimulasi ni empunya blog untuk belajar "hidup sendiri".

Sekitar pertengahan tahun 2010, ni empunya blog mendapat insight tentang dualisme setelah membaca ulang novel Dunia Sophie ditambah mendapat kuliah tentang filsafat. Dan segera setelah itu, ni empunya blog tahu dalam diri tiap manusia juga ada dualisme itu, yang harus diseimbangkan agar kita bisa hidup dengan tenang dan damai. Dualisme yang ada dalam diri ni empunya blog adalah kepatuhan dan pembangkangan. Kepatuhan itu sendiri lahir terlebih dahulu daripada pembangkangan. Ia lahir dari ketakutan dan ketidakpercayadirian. Sementara pembangkangan lahir kemudian ketika ketakutan dan ketidakpercayadirian tidak juga "mati" meski mereka telah "renta". Kepatuhan itu sendiri tidak akan mati karena dia hasil dari dua masalah yang dididik oleh pengalaman. Ia mengakar meski lemah. Pembangkangan ada karena ni empunya blog menyimpan kemarahan pada diri sendiri dan pada orang-orang dewa yang diharapkan ni empunya blog dapat membantu "membunuh" ketakutan dan ketidakpercayadirian. Tapi mereka tidak "mati", dan kemarahan yang terjadi menimbulkan pembangkangan. Dengan menyadari timbulnya pembangkangan ini, ni empunya blog semakin takut untuk berhubungan dengan orang lain karena takut akan menyakiti orang lain selama pembangkangan ini masih ada. Ni empunya blog merasa tidak percaya diri dapat melawan sikap pembangkangan ini, dia terlalu kuat daripada sikap kepatuhan, tapi mereka berdua tetap saja ada. Itulah kenapa ni empunya blog tak bisa berhubungan dengan orang lain, "Aku takut akan menyakiti orang lain."

Tapi ni empunya blog sadar bahwa hidup perlu "bahan bakar." Kemudian ni empunya blog berpikir apa saja bahan bakar pokok dalam kehidupan; udara, air, tanah, tumbuhan, hewan, akal, dan keimanan. Tahun-tahun awal dalam kehidupan ni empunya blog digunakan untuk mengasah akal dan keimanan. Lalu memasuki usia lebih dari 20tahun, ni empunya blog baru belajar bagaimana menumbuhkan makanan sendiri dan bagaimana memelihara hewan agar memberikan telur dan dagingnya untuk dimakan ni empunya blog (not there yet, still learning).

Untuk memenuhi kodrat sebagai makhluk sosial, ni empunya blog sudah bahagia dengan teman-teman yang dimiliki (yang jumlahnya bisa dihitung dengan tangan).

Sekarang kalian tahu isi kepala salah satu penyendiri. Bukan karena malas, bukan karena tidak punya tujuan, bukan karena egois, tapi karena tidak ingin kalian tersakiti dan terepotkan dengan kehadiranku. Aku membantu kalian lepas dari future problem jika kalian berhubungan denganku. Ini karena aku peduli dan memikirkan kalian. Seorang penyendiri punya tujuan. Aku punya tujuan. Tujuanku adalah hidup dengan tenang mati dengan tenang.

Salam sayang dari Yogyakarta
Peace

Wednesday 13 January 2016

Salah Satu Cara Menyenangkan Hati; Kepang

Salah satu cara menyenangkan hati adalah dengan menata rambut. Sejak dua tahun yang lalu aku memutuskan untuk memanjangkan rambut. Sebelumnya aku selalu rutin memotong rambut tiap empat bulan sekali, menjaganya tetap pendek, potongan rambut di atas telinga, mirip lekali. Salah satu alasannya karena tak mau repot saat cuci rambut dan mengeringkannya lebih cepat daripada rambut panjang. Tapi kemudian saat browsing video lalu menemukan video cara melakukan kepang fishtail aku memutuskan untuk tidak memotongnya. Butuh dua tahun untuk mendapatkan rambut panjangku yang sekarang. Selama menunggu rambut memanjang sepanjang ini, aku browsing cara melakukan tatanan rambut model kepang. Ada banyak dan semuanya menyenangkan.
Tetap saja ada masalah. Yang paling mengganggu adalah kenyataan rambutku berwarna hitam. Rambut hitam membuat tekstur kepangannya tidak terlihat saat difoto. Masalah yang kedua adalah rambutku terlalu lurus dan licin. Semalaman mengepangnya untuk mendapat rambut berombak tidak berhasil, hasil curly-nya hanya bertahan untuk waktu 4 jam. Tapi aku tak ingin menggunakan pengeriting atau catokan atau pemanas rambut lain. Bahkan sekarang aku tidak menggunakan hairdryer lagi, teramat sangat merusak rambut. Padahal aku pang suka model rambut boho, dan dia bagus karena banyak curly-nya. Tapi tak apalah. Dan rambut yang terlalu licin membuat hasil tatanan rambut yang kulakukan cepat udar. Aku butuh banyak hair grip untuk satu model rambut agar bisa bertahan lama. Aku memutuskan tidak memakai hairspray. Katakanlah aku tetap ingin melakukannya dengan cara yang sederhana tapi hasil yang membuat hati puas.






Sedikit Keresahan, Sedikit Optimisme

I'm not into fashion . . .
Mungkin kukira aku harus benar-benar mencari tahu dasar kata dan makna "fashion" sebelum benar-benar into it. Bukan berarti aku ingin melakukan runway sendiri dengan para model dan baju-baju bagus. TIDAK. Bukan itu intinya. Aku berpikir untuk mencari tahu makna kata dasarnya karena aku tergelitik dengan "gaya hidup". Tiap manusia punya keresahan dan salah satunya tentang "posisi", "where am I fit in?", dan kita mencari berbagai jenis gaya hidup yang sesuai dan membuat kita nyaman. Dalam pencarian yang seperti itu, pada satu titik, aku sampai pada sebuah pemberhentian di Mori Kei. Bukan cara berpakaiannya yang menjadi fokusku, tapi bagaimana gaya hidup dan pola pikirnya. Penyendiri jadi salah satu gaya tarik terkuat. Lalu "dunia yang berjalan dengan lambat tapi penuh keingintahuan", juga "neverland" konsep tentang dunia dimana kita tidak mendewasa tapi tetap menpertahankan suatu bentuk kanak-kanak. Bentuk kanak-kanak yang kumaksud adalah tingginya rasa ingin tahu, eksplorasi keingintahuan, "membaca", dan masih adanya konektivitas dengan alam. Aku mengalami kesulitan ketika mendapati orang-orang "dewasa" di sekitarku tidak mempedulikan alam dengan baik, mereka bisa dengan mudah berpikir untuk membunuh hewan kecil dan menebang pepohonan. Bagiku itu sebuah ironi. Kembali ke topik pencarian posisi, dari Mori Kei aku menemukan tempat. Tapi keresahanku tak kunjung berakhir, rasanya seperti masih ada yang kurang dari filosofis gaya hidup Mori Kei. Filosofis gaya hidupnya sendiri sangat bagus, tapi kemudian aku menghadapi kenyataan yang sering kali memaksa seseorang merubah pandangannya tentang hidup; bagaimana caraku menafkahi diri sendiri. Aku berpikir tentang bentuk gaya hidup lain; zero waste. Kupikir cocok dengan filosofis gaya hidup Mori Kei yang berhubungan dengan alam. Zero waste memberi kita konsep untuk menjaga kealamian dan keseimbangan dunia dengan tidak memakai terlalu banyak bahan plastik dan memakan sayur dan buah organik. Itu sempurna jika kita ingin melindungi bumi kita dari kerusakan. Dan yap dengan kerja keras tentunya apalagi manusia modern sekarang ini cenderung banyak yang menjalani konsep kerja-cari-uang-untuk-beli-kebutuhan-hidup. Konsep membelinya yang tidak sesuai untuk menjawab keresahanku. Selain itu, aku juga mendapat konsep gaya hidup baru yang sama bagusnya dan akan mengisi lubang keresahanku; ethical fashion. Aku mendapatkannya ketika browsing di blog Annika Victoria. Konsepnya adalah jika ingin menjadi pembeli pastikan pembuat barang yang kita beli sudah dibayar dan diperlakukan dengan layak. Tapi bukan itu saja bagian menariknya, bagian yang paling menarik adalah konsep bahwa kita bisa membuat sendiri kebutuhan sandang kita dengan budget minimal karena menggunakan bahan yang tidak terpakai lagi. Kreativitas dibutuhkan di sini dan itulah bagian yang paling menarik. Jadi kebutuhan pokok sandang dan pangan masih dapat kita penuhi dengan menghasilkannya sendiri. Selama masih ada tanah, hewan, udara, matahari, air, tumbuhan, kita akan masih bisa hidup. Tapi keresahanku masih ada lubangnya; hidup di masyarakat modern dengan sistem. Yang terpikirkan olehku adalah pajak. Bagaimana menafkahi diriku untuk mendapatkan uang yang bisa digunakan membayar pajak. Aku tahu jawabannya, tapi apakah keluarga akan merestui. Hidup itu sangat rumit. Bagi penyendiri yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang ekstrovert, hidup itu sangat rumit. Tapi perbedaan ini bukankah sangat menyenangkan. Kita bisa berbagi dan memuaskan rasa ingin tahu kita akan bentuk dan gaya hidup yang benar-benar berbeda. Tuhan maha kaya, semua manusia yang diciptakan-Nya pasti akan bisa hidup karena Dialah pemberi rejeki.


Di awal aku menulis postingan ini aku merasakan suatu keresahan yang berlubang besar, tapi pada akhir postingan ini aku benar-benar merasa tercerahkan bahwa semua itu hanya perasaan, keresahan itu hilang digantikan optimisme yang mencerahkan.
Terima kasih, dan mari berbagi ^^ . . .

Saturday 26 December 2015

Exhibition-Like

Sudah sangat lama sejak posting terakhir.
Walaupun ada banyak pemikiran dan ide-ide yang melintas, tapi tak terlalu banyak hal yang terjadi.
Memang lebih baik begini mungkin, seperti pepatah Jawa "alon-alon waton kelakon".
Rencana hidup semakin matang memang, dan sepertinya aku benar-benar harus mewujudkannya.
Tapi sebelum hal besar itu terjadi, aku ingin memperlihatkan beberapa hasil gambaranku sejak 6 bulan ini memutuskan untuk belajar menggambar.
Selamat menikmati dan semoga menjadi hiburan tersendiri ^^ 

Gambar ini kubuat dengan memadukan dua foto sebagai inspirasinya. Pertama adalah foto dari temanku yang pecinta alam, dan foto kedua adalah foto seorang perempuan di perpustakaan dari instagram yang kulihat dari menu search. Pada saat menggambar ini aku sedang ingin membuat rok motif bunga-bunga. Hidden desire biasanya jadi tema gambaranku. Well, baru sekedar untuk mengekspresikan diri sendiri. Kurasa cukup bagus.



Ketiga gambar itu adalah gambar kakakku. Ketika latihan menggambar tapi tidak memiliki inspirasi apa yang harus kugambar, aku meminta kakak atau sepupuku mengirimiku foto favorit mereka lalu akan kugambar. Well, cukup menyenangkan untuk latihan melihat kesukaan seseorang dan cerita apa di balik foto-foto yang mereka sukai. Awalnya aku hanya menggambar bentuk orangnya, tanpa ornamen dan tanpa latar belakang, karena waktu itu cukup sulit untuk menggambar penuh latar belakangnya. Tapi kemudian aku merasa harus berkembang, jadi kumulai dengan menggambar ornamen selain menggambar bentuk orang. Untuk inspirasi ornamen aku suka browsing foto-foto florist dari instagram, mereka sangat cantik dan indah. Dan akhirnya aku memberanikan diri menggambar latar belakang penuh. Yap, tidak begitu bagus, tapi aku cukup senang karena akhirnya aku berani melakukannya.

 Temanku yang imut memintaku menggambarnya. Aku menerimanya sebagai bentuk apresianya terhadap gambaranku. Sangat menyenangkan, tapi juga mengalami sedikit kesulitan dengan latar belakang penuh itu.
 Tetanggaku mengenalkanku pada teman yang satu ini. Aku sangat suka dengan bukunya Ndemin Selawase. Kalian harus baca bukunya. Saat awal-awal latihan menggambar aku menggambarnya dengan sangat tidak baik, jadi aku ingin menggambarnya sekali lagi dalam gambaran yang--kurasa--cukup baik. Aku menikmatinya karena ini kali pertama aku memperhatikan detail.
 Sepupuku dan satu lagi gambar temanku. Gambaran sepupuku dan suaminya adalah gambaran pertama yang mana aku merasa puas dan sesuai dengan yang kuharapkan, ada kesan kartun di dalamnya tapi tidak menghilangkan ciri khas orang yang kugambar. Gambaran itu adalah perkembanganku yang pertama dari gambaran yang lebih carut. Ya, aku menampilkan gambaran-gambaranku tidak berdasarkan waktu pembuatannya, random saja. Lalu di bawahnya adalah hasil gambaran temanku. Aku belajar bagaimana melihat ciri khas orang-orang yang kugambar. Itu sangat membantu, dan merupakan proses menyenangkan dalam menggambar selain proses mewarnai.
 Ini adalah gambar yang sangat sangat membuatku puas. Kenapa? Karena terdapat banyak sekali bentuk orang yang kugambar dalam satu kertas, apalagi mereka adalah anak-anak kecil yang manis. Aku bahagia menggambar mereka semua. Semua gambaran temanku adalah permintaan mereka untuk kugambar. Aku mengartikannya sebagai bentuk apresiasi mereka terhadap proses belajar menggambar yang sedang kulakukan.
 Beberapa bulan yang lalu aku ikut bergabung dalam Make Thrift Buy Community Challenge yang dibuat Annika Victoria, seorang blogger dan youtuber dari Australia--hey Australia ada di selatan rumahku, haha. Projek pertama kami adalah membuat rok dengan suspender berbentuk tengkorak dan inilah gambar desain milikku untuk projek pertama itu. Rok dan atasannya benar-benar kupunya, rambutnya adalah hasil imajinasi. Dan aku senang karena hasilnya sesuai dengan yang kuharapkan. Mungkin aku akan mempostingnya lain kali.
 Temanku yang lemah lembut dengan kedua orang tuanya. Satu lagi bentuk apresiasi temanku pada proses belajar menggambar yang kulakukan. Aku cukup puas dengan hasi gambaran ini karena aku menerapkan saran dari sahabatku, "Jika tidak ada latar belakang yang kau gambar, ada baiknya kau menggambar bentuk orangnya dengan lebih besar." Bagaimana menurut pendapat kalian?
 Hey ya, aku banyak menggambar orang lain, kupikir aku juga harus menggambar diriku sendiri dalam pakaian yang kusuka. Dan inilah hasilnya. Jika aku punya merk kelak, mungkin gambar ini akan kupakai sebagai logo. Dan ya, Ijo -Kugo yang kusampaikan di postingan sebelumnya juga termasuk jasa menggambar yang kulakukan sekarang dan inilah logonya.
 Me and my very best friend. Well, walaupun kami sering bertemu tapi kami jarang sekali mengambil foto bersama. Sekalinya ambil foto bersama itu sudah sangat lama. Tapi aku senang akhirnya kami mengambil foto bersama. Aku dengan kesukaanku di kelompok karawitan, dan dia dengan sangat rapi datang ke pentas karawitan kami. Sangat menyenangkan.

Selain foto-foto orang yang kukenal, aku juga menggambar orang-orang yang menjadi idolaku. Salah satunya adalah One OK Rock. Tak perlu kukatakan kenapa aku suka, saat kalian mendengar lagu-lagunya kalian akan tahu kenapa. Dan ini adalah salah satu lirik kesukaanku dari mereka. Menggambar orang yang tampan atau cantik karena mereka memiliki wajah yang simetris lebih sulit daripada menggambar orang-orang dengan wajah normal. Itu kesanku saat menggambar personil OOR. Tapi aku senang hasilnya lumayan bagus.
 Mas Agung dari Dodogan, kakak kami di tempat KKN-PPL. Well, dia salah satu yang memberi dukungan semangat pada semua usahaku yang bukan akademik. Itu sangat berharga.
 Satu lagi gambar untuk Taka OOR dengan lirik kesukaanku. Aku sangat puas menggambar Taka di sini karena ini kali pertama aku menggambar di ukuran kertas yang lebih besar dari ukuran kertas yang biasanya kugunakan. Dan lagi karena aku senang dengan hasil scraft di lengannya.
 Selain latihan menggambar dengan foto-foto saudaraku, juga pesanan teman-teman sebagai wujud apresiasi mereka, aku menggambar sebagai kado. Pernikahan adalah tahap yang harus dilalui di usia-usia sekarang ini. Ada banyak teman-teman yang sudah menikah. Dan kupikir kado pernikahan atau ulangtahun haruslah sesuatu yang dibuat dengan tanganku sendiri, kudedikasikan tenaga dan waktuku untuk membuatnya agar tercurah perasaan turut bahagiaku dalam kado yang kubuat. Bagiku itulah nilai yang berharga.
 My very best friend dengan calon suaminya. Dari mereka aku tahu bahwa cinta sejati itu benar-benar ada dan cinta yang sejati akan membuatmu lebih baik. Walaupun tak mengalaminya sendiri, tapi melihat langsung keajaiban itu benar-benar ada sangat membuatku bahagia. Aku bersyukur untuk hidup yang Tuhan berikan.
 Temanku dari Filipina memesan untuk digambar. Hebat, dia mengapresiasi karyaku dan tak segan-segan untuk membelinya. Kami bertemu via book club di Friendster dan masih saling bertukar kabar hingga sekarang. Aku merasa sangat bersyukur untuk pengalaman yang satu ini. Dia salah satu teman istimewaku. Kami belum pernah bertemu bertatap muka. Ada satu kesalahan yang terjadi saat menggambar gambar ini. Tidak terlalu genting tapi cukup terlihat; kursinya terlalu berada dalam garis lurus jadi tidak terlihat alami #pluk . . . Menggambar itu juga butuh banyak konsentrasi sama halnya kita butuh konsentrasi saat mengerjakan tugas sekolah.
 Ini bagian dari proyek yang kuajukan untuk kolaborasi dengan mas Agung. Aku suka hasilnya ^^
 Satu lagi bentuk apresiasi temanku pada proses belajar menggambar yang kulakukan. Aku belajar menggambar secara otodidak. Menjadi penyendiri yang jarang ganti baju, mendedikasikan waktu, tenaga, pikiran, dan perasaannya untuk semua gambaran yang dibuat, tapi belum juga menghasilkan uang sendiri. Ya, semua ada prosesnya, pelan-pelan bukan berarti tidak sama sekali. Dan dari sinilah aku kepikiran untuk menjadikan ini sebagai profesi--mungkin bukan profesi tapi ladang mencari nafkah. Jadi bagi kalian yang ingin menggunakan jasa gambaranku, silakan hubungi via email ugi_akudah@yahoo.co.id atau dengan http://carousell.com/ijokugo dan mari kita berkolaborasi bersama.

 Yang berambut coklat panjang adalah Katie sahabatnya Annika--yang berbaju merah dan biru. Aku suka dengan mereka. Pakaian yang mereka kenakan lucu, penuh warna, tapi tidak berlebihan. Annika menginspirasiku untuk mulai melakukan DIY. Sangat menyenangkan. Gaya hidup dimana kau tak akan pernah bosan. Kalian harus mengunjungi blognya di http://www.pineneedlecollective.com/ dan temukan sensasi menyenangkan dari DIY-an dan ethical fashion.

Satu lagi gambar yang kugunakan sebagai kado pernikahan. Aku suka dengan hasil scan-nya. Dengan resolusi yang besar jadi aku bisa melihat hasil sapuan kuasku dengan lebih baik. Dan kesan kartunnya juga semakin dapat setelah discan. Tapi aku hanya menycannya tanpa melakukan editing. Kupikir aku harus mempertahankan kesan handmade karena di situlah kesan berharga yang ingin kutampilkan.

Jadi, jika kalian membaca postingan ini dan sedang membutuhkan hadiah untuk pernikahan, atau ulang tahun, atau sekedar ingin memberi hadiah pada teman, atau pacar, atau orang tua, atau orang istimewa lainnya, kalian bisa menghubungiku di ugi_akudah@yahoo.co.id atau dari http://carousell.com/ijokugo dan mari berkolaborasi membuat custom portrait illustration ^^ Aku menggunakan cat air, pensil warna, dan drawing pen dalam proses pengerjaannya. Kertas yang kugunakan sekarang adalah dari merk Canson, ada yang 200gsm ada pula yang 300gsm, kertas khusus untuk cat air. Untuk detail harga dan ukuran kalian bisa cek di http://carousell.com/ijokugo
Ditunggu ajakan kolaborasinya ^^

Friday 17 July 2015

Eid Mubarak 1436 H

Meskipun telat satu hari, tapi selamat berlebaran. Selamat mendapatkan kemenangan setelah satu bulan Ramadhan.
Ni empunya blog sangat menyukai Ramadhan dan Eid Ul-Fitr (pingin banget nulis itu kekeke). Mungkin alasannya bukan sebesar orang-orang beriman, alasanku sangat menyukai Ramadhan lebih karena "semua keluarga berkumpul". Melihat keluarga besar berkumpul, bercanda bersama, menyaksikan kekompakan mereka, itu semua sangat menyenangkan. Dan membayangkan betapa orang lain juga merasakan rasa senang yang sama karena keluarga besar berkumpul membuat ni empunya blog menjadi semakin senang.