Tahun 2011 lalu, dosen mata kuliah Pendidikan Nilai untuk AUD memberi tugas pada kami bagaimana cara menanamkan nilai kehidupan pada AUD. Dan ini adalah hasil pemikiranku setahun yang lalu.
Nilai-nilai
kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat
kebiasaan dan sopan santun (Sutikna dalam slide Bu Daryanti, 2011). Sebagai
pendidik, kita diwajibkan untuk mengajarkan, memberitahukan, membiasakan pada
anak didik tentang nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam masyarakat sekitar.
Terutama sopan santun, adat dan kebiasaan serta nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila sehingga dapat mengerti dan paham nilai-nilai apa saja yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai kehidupan ini kita ajarkan
dan kita biasakan tentang baik dan buruknya perbuatan dan kelakuan sehingga tercipta
suatu pemikiran tentang moral pada anak didik kita karena dalam moral diatur
segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang
dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Jadi, selain mengenalkan dan
membiasakan nilai-nilai kehidupan yang berlaku dalam masyarakat kepada peserta
didik, kita sebagai pendidik juga harus mengemukakan alasan di balik pengajaran
nilai tersebut dan pandangan tentang baik-buruk suatu perilaku yang akan
dinilai oleh orang lain.
Setelah anak
didik telah dapat memahami nilai-nilai kehidupan yang berlaku, diharapkan anak
didik dapat membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk sesuai dengan
yang berlaku dalam masyarakat. Anak didik juga akan merasa terkontrol dengan
mempelajari nilai-nilai kehidupan tersebut dan menyadari adanya penilaian dari
orang lain tentang perbuatannya, sehingga terbentuklah sikap yang merupakan
kesediaan bereaksi terhadap suatu hal.
Bersikap terjadi
karena ada motif dan merupakan dasar tingkah laku seseorang. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
akan objek tersebut. Tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang tanpak
saja. Di dalamnya tercakup juga sikap mental yang tidak selalu mudah
ditanggapi, kecuali secara tidak langsung, misalnya melalui ucapan atau
perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap mental tersebut, bahkan secara
tidak langsung ada kalanya cukup sulit untuk menarik kesimpulan yang teliti.
Jika seseorang telah dapat bereaksi terhadap suatu situasi dengan
tepat—maksudnya adalah bersikap dengan tepat—diharapkan sikap itu akan merasuk
dalam dirinya, melebur dalam kepribadiannya, sehingga akan menjadi tingkah laku
yang tidak hanya tercermin dari perbuatan tapi juga dalam kata-kata dan menjadi
prinsip hidupnya.
Nilai-nilai
perlu dikenal terlebih dahulu kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru
akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya
terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
Misalnya, mengenalkan
nilai cinta damai.
Pertama, kita
mengenalkan pada anak didik tentang apa itu nilai cinta damai dan bagaimana
contoh perilaku cinta damai tersebut. Kita mengenalkannya dapat melalui media
bercerita kemudian mengambil kesimpulan bersama dengan anak. Juga bisa dengan
melatihkan pada anak tentang mau berbagi dengan teman-temannya, mau menunggu
saat antri, yang merupakan contoh perilaku cinta damai—dengan maksud, jika kita
egois mau menang sendiri malah akan terjadi keributan dan perwujudan cinta damai
tidak akan terealisasi.
Ketika anak
didik telah mengetahui apa itu nilai cinta damai, pendidik membantu anak untuk
menghayati nilai tersebut dengan memberinya pengalaman langsung, misalnya
memberi pengalaman mengantri dan berbagi mainan pada anak. Ketika anak telah
mengalami sendiri dan merasakan sendiri bagaimana nikmatnya berbagi dan
menunggu sesuai antrian yang membuat semua orang tertib dan senang, anak mulai
menghayati nilai tersebut. Setelah itu, pendidik dan anak didik dapat mengambil
kesimpulan bersama bahwa menunggu sesuai antrian dan mau berbagi dengan orang
lain—dalam hal ini teman sebaya—sangatlah menyenangkan dan merupakan perbuatan
yang baik—dengan maksud, perbuatan yang baik adalah yang membuat orang lain dan
diri sendiri menjadi senang, tenang, dan menciptakan suasana yang tertib dan
damai. Dengan begini anak akan mulai paham dan mempunyai dorongan moral untuk
mau berbagi dan menunggu antrian dengan sabar.
Selanjutnya,
dengan pembiasaan dan lebih banyak latihan untuk mau berbagi dan menunggu
sesuai antrian, anak akan meresapi dan menghayatinya sehingga terbentuklah
sikapnya sesuai dengan yang ditujukan. Di lain kesempatan di luar
persekolahan—pendidik dapat berbagi dengan orang tua tentang nilai yang telah
diajarkan di sekolah dan dimohon agar orang tua ikut serta mengajarkannya di
lingkungan rumah—anak akan mampu menyikapi antrian di lingkungan sekitar,
misalnya ketika anak ikut Ibunya ke bank, juga anak akan mampu menyikapi
situasi-situasi yang memang dirasa perlu berbagi dengan orang lain. Selain
spontanitas anak dapat bersikap sesuai dengan yang diharapkan, anak juga akan
memiliki pandangan tentang cinta damai sesuai dengan yang dipelajarinya. Tidak
hanya perbuatan yang nampak saja tapi juga mencakup sikap mental yang
terlihat—walaupun tidak selalu mudah ditanggapi.
No comments:
Post a Comment