Judul buku : Si Badung Jadi Pengawas
Pengarang : Enid Blyton
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 254 halaman
Tahun terbit : Cetakan ketujuh, 2012
Ini adalah buku ketiga yang menceritakan
kehidupan Elizabeth Allen di Sekolah Whyteleafe karya Enid Blyton. Sudah lama
aku selesai membaca buku ini. Tapi karena selama kurang lebih 5 hari terkapar
di tempat tidur tanpa bisa berpikir dengan benar (muter-muter amat bug ;p),
akhirnya baru sekarang bisa kutulis reviewnya. Sekaligus akan kuupload review seri
buku Mrs. Blytonyang terakhir, Ini Dia si Paling Badung. Tapi untuk halaman ini
aku akan menuliskan satu buku dulu. Selamat menikmati ^^.
Buku yang satu ini memiliki 26 subjudul
in it. Rata-rata seri si Badung ini seperti berisi kurang lebih duapuluhan
subjudul lebih, ya. Ini dia subjudulnya: Arabella, Kembali ke Whyteleafe, Empat
Orang Anak Baru, Rapat Besar, Arabella Terlibat Kesulitan, Arabella Melapor, Rapat
Besar Memutuskan, Elizabeth Memasang Jebakan, Kejutan untuk Elizabeth,
Pertengkaran, Muslihat Julian, Elizabeth Mendapat Malu, Rahasia Arabella, Obat
Bersin, Rapat yang Mengguncangkan, Elizabeth Menghadap Rita dan William,
Berhati Emas, Julian Berlaku Sangat Lucu, Julian Mendapat Guncangan Batin, Julian
Berikrar, Pengakuan Martin, Martin Semakin Mengherankan, Pertandingan Sekolah
dan Hal-Hal Lain, Martin Memperoleh Kesempatan, Pengalaman Elizabeth, dan
subjudul yang terakhir adalah Akhir yang Membahagiakan.
Sinopsis dari buku ini yaitu, “Dalam
semester ketiganya di Sekolah Whyteleafe, Elizabeth Allen bukan lagi Cewek
Paling Badung di sekolah. Ia bahkan dipilih oleh anak-anak di sekolahnya
menjadi Pengawas. Ia bertekad untuk menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Dan untuk
beberapa saat memang demikian. Tetapi Elizabeth selalu cenderung terlibat dalam
kesulitan. Dan tiba-tiba saja keruwetan demi keruwetan muncul dan bagi
Elizabeth segalanya terasa begitu berat...”.
Dalam buku-buku sebelumnya, bagiku ada
satu kisah permasalahan yang sangat menarik. Untuk buku pertama, yang sangat
menarik adalah bagaimana sebuah sekolah peraturannya dijalankan oleh anak-anak
dan sekolah—seluruh warga sekolah—selalu memberi kesempatan dan menolong
anak-anak yang “bermasalah”. Lalu di buku kedua, kisah Kathleen yang menganggap
dirinya gagal menjadi seorang pribadi terasa begitu menarik dimana Mrs. Blyton menceritan
dengan baik bagaimana perasaan itu bisa muncul dan bagaimana cara mengatasi dan
membantu orang seperti Kathleen. Di buku kedua ini juga menarik dengan
pertengkaran Robert dan Elizabeth di awal yang kemudian mereka bisa bersahabat.
Lagi-lagi yang membuatnya menarik adalah bagaimana seluruh warga sekolah
memebri kesempatan dan mau membantu anak-anak yang “bermasalah” yang ingin
berubah.
Masalah semakin kompleks seiring
Elizabeth bertemu dengan lebih banyak orang. Di buku ketiga ini, Elizabeth
lagi-lagi mendapat “musuh” yang tak lain adalah sepupunya sendiri, Arabella,
yang begitu pesolek, berpura-pura dalam sikap manisnya yang dibuat-buat (dalam
arti yang tidak terlalu negatif), dan sangat tidak menyukai Sekolah Whyteleafe
yang dianggapnya terlalu banyak aturan dan konyol karena peraturan dibuat oleh
murid sendiri (aku tidak mengerti dengan yang satu ini).
Selain itu, Elizabeth juga bertemu
dengan Rosemary yang sangat pemalu dan tidak punya pendapat sendiri, Martin
yang pemurah tapi ternyata punya masalah di balik kemurahan hatinya, dan Julian
si cerdas yang pemalas. Dan di buku ketiga ini diceritakan permasalah Elizabeth
sebagai seorang Pengawas yang karena terlalu gegabah jabatan itu malah dicopot
darinya. Di sinilah bagian menarik dari buku ketiga ini (menurutku), saat seseorang
mendapat tanggung jawab dan kepercayaan untuk menjadi seorang Pengawas yang
harus bisa bertindak bijaksana. Seperti kebanyakan orang, melihat orang lain
menjadi sesuatu itu lebih mudah daripada merasakannya sendiri. Mungkin itu juga
yang dialami Elizabeth. Melihat Nora dan Joan yang lancar-lancar saja menjadi
Pengawas itu lebih mudah daripada merasakan sendiri bagaimana harus bertindak
bijaksana sebagai seorang Pengawas. Tapi memang Elizabeth sudah berusaha keras
menjadi Pengawas yang bertindak bijaksana. Ia mengantar anak baru ke kamarnya,
memberi tahu bagaimana cara Sekolah Whyteleafe berjalan, membantu anak-anak
yang menjadi tanggung jawabnya, mendengarkan keluhan anak-anak yang menjadi
tanggung jawabnya. Tapi satu hal membuatnya terbelit masalah karena ia kurang
bijak menangani dan terlalu cepat mengambil keputusan.
Karena kecerobohannya dengan terlalu
cepat mengambil keputusan, persahabantannya dengan Julian sempat putus dan
mereka malah menjadi musuh. Tapi setelah mendapat bantuan dari Ketua Murid
dalam menangani masalah yang membuat mereka salah paham, persahabatan mereka
kembali terjalin dan menjadi lebih manis lagi. Ini juga jadi bagian menarik
dimana Elizabeth dan Julian sama-sama memaafkan satu sama lain dan saling
bersahabat lagi.
Lalu ada kisah si Martin yang suka
mencuri. Mencuri memang hal yang sangat buruk. Tapi anehnya, Martin tidak
menggunakan hasil curiannya untuk dirinya sendiri. Ia malah membagi-bagikan
hasil curiannya pada orang lain. Katanya, “Seperti Robbin Hood.”. Di sini lagi letak menariknya.
Suatu masalah yang aneh untuk Elizabeth yang telah kehilangan jabatannya
sebagai Pengawas. Dan pada masalah ini, Elizabeth malah bisa bertindak bijaksana.
Dan lagi-lagi, ketika masalah ini dibicarakan dalam Rapat Besar, seluruh warga
sekolah memberi Martin kesempatan kedua untuk berubah dan membantunya agar bisa
berubah, merubah mindsetnya tentang “Robbin
Hood”.
Buku ini diakhiri dengan cerita Rapat
Besar terakhir semester itu yang memutuskan memberikan kesempatan kedua pada
Elizabeth menjadi Pengawas karena sikap bijaksana yang ia lakukan dalam
menghadapi masalah Martin.
Dalam buku ini, sudah tidak lagi banyak
diceritakan tentang kegiatan Elizabeth berkebun dan bermusik. Latihan laccrose
pun jadi semakin jarang diceritakan semenjak Elizabeth menjadi Pengawas dan
terbelit berbagai masalah yang lebih kompleks.
No comments:
Post a Comment