Wednesday 24 June 2015

Country Girl in The City

Jadi apa yang membuat ni empunya blog sebagai country girl? Pertama, karena tempat tinggalnya di daerah pedesaan. Kedua, karena tanpa adanya pohon dan jenis tanaman lain di sekitarnya, ni empunya blog tidak bisa hidup. Ketiga, hidup dengan kesederhanaan dan beberapa prinsip klasik seperti pemakaian jenis barang apapun akan dipakai sampai benar-benar tidak dapat digunakan lagi. Dan klasik itu dasar, dasar sebuah kumpulan manusia yang lebih kompleks disebut desa (oke, teori sendiri ini mah).
Biasanya gadis desa yang dimaksud orang-orang adalah yang ketika berada di kota akan menatap dengan pandangan kagum dan takjud. Tapi ni empunya blog melabelkan diri sebagai gadis desa yang sudah tidak terlalu silau atau takjub dengan suasana kota, kecuali arsitektur dan tata wilayah kotanya benar-benar lain daripada yang lain dengan bentuk-bentuk dan warna bangunan yang tidak pada umumnya. Untuk selebihnya, semua yang ada di kota masih di ambang wajar sebuah imajinasi.
Hidup itu desa, sementara kota itu adalah pelepas bosan dan sebagai tempat berhura-hura. Di desa masih bisa bersenang-senang, tapi tidak mungkin bisa berhura-hura. Jadi jika moodnya sedang ingin boros menghabiskan uang, ni empunya akun akan memilih pergi ke kota. Hal baru yang dirasa mulai menyenangkan adalah main ke mall saat malam. Banyak mall-mall baru di Yogyakarta dengan desain arsitektur yang "tidak kaku". Sangat menyenangkan untuk mengunjunginya di malam hari karena lampu-lampu kelihatan indah ketika hari gelap. Lalu apa ini sebuah kemewahan? Untuk porsi raga, ya ini adalah salah satu bentuk kemewahan. Tapi, untuk porsi jiwa, itu bukan kemewahan.
Sesuatu yang dinilai mewah oleh raga akan menyenangkan jika dinikmati ketika keadaan pikiran sedang sangat kacau tapi badan sehat bugar. Ketika kita pada akhirnya berjalan karena dorongan intuisi dan insting dan bukan karena dorongan "keinginan", saat itulah kemewahan bisa dinikmati. Kadang jika keadaan dan kewarasan memperbolehkan, pergi dengan rombongan teman dekat akan membuat kemewahan materi menjadi terasa lebih nyata. Tapi, ada kalanya kesendirian itu sendiri adalah kemewahan, kebebasan menjadi diri sendiri dan bebas menentukan ingin melakukan apa untuk sekedar melewatkan waktu.
Setiap kali main ke mall, yang dirindukan adalah perasaan hidup, meriah, gembira, bebas, dan tentram. Mall baru dengan both yang masih sedikit belum memiliki aura itu, dan mall lama dengan kekakuan bentuk bangunan yang ajek terasa terlalu kuyu dan layu. Butuh orang kaya dengan jiwa bebas untuk bisa menciptakan aura hidup, meriah, gembira, bebas, dan tentram itu di mall. Dan menurut pengalaman ni empunya blog, orang-orang kaya bermata sipit dan berkulit pucatlah yang memiliki aura jiwa dan semangat seperti itu. Aku menginginkan mereka agar aku mendaparkan aura dan semangat itu. Manusia memiliki jiwa dan semangat dari jiwa itulah yang mewarnai dunia. Menjadikan dunia tempat yang sangat menarik.
Mall baru selalu terasa gloomy. Booth yang masih sedikit membuat aura gentayangan yang tua, klasik, lemah, dan sedih terasa di mana-mana. Mwskipun arsitekturnya bagus dengan kertas pelapis dindingnya yang bagus menutupi booth yang masih kosong, tapi karena kekosongan booth yang belum lengkap itulah yang membuat aura gloomy itu muncul. Bukan menakutkan, tapi menyedihkan, dan terasa berat untuk ditanggung. Berat yang indah, tapi cukup menguras energi.
Mall selalu memberi kerinduan akan masa kecil yang indah saat kita pergi dengan orang tua, serta kerinduan akan isi kepala yang terpuaskan melihat sesuatu yang benar-benar baru. Kerinduan itu juga membuat nuansa mall menjadi gloomy dalam bentuk kesedihan indah yang cukup menguras energi untuk menanggungnya. Rasa kebaruan itu, harapan baru itu, semua itu berpadu saat main ke mall. Apalagi ketika sendirian atau dengan teman-teman yang notabene tidak berniat belanja di mall. Namun ketika kita main di mall dengan orang yang memang niatnya adalah belanja untuk memenuhi kebutuhan, menganggap semua harga di mall itu normal, punya kebebasan untuk memilih, dan tidak timbul perasaan bersalah ketika membeli suatu barang, saat itulah main ke mall menjadi sangat menyenangkan. Rasanya seperti menjadi bagian dari orang kaya bermata sipit dan berkulit putih.
Well, begitulah kira-kira isi pikiran seorang gadis desa yang sekali-kali main ke mall.

No comments:

Post a Comment