Sunday 28 June 2015

Kepuasan Diri Adalah Batas

Seseorang yang sudah terbiasa menjadi perfeksionis butuh batasan untuk mengurangi sifat perfeksionis itu. Setelah membaca beberapa blog orang-orang yang dulunya perfeksionis, kesimpulan itu muncul. Dan ni empunya blog menyukai cara Grace Mineta : dengan rasa puas. Meskipun tidak sesempurna yang direncanakan, tapi bila hati sudah merasa puas dengan hasil kerjaan, maka di situlah kita harus berhenti. Selain itu, kepuasan yang dirasakan juga sebagai penanda bahwa hasil kerja kita akan terlihat "cukup bagus" saat dilihat orang lain.
Sekarang, yang ingin kusampaikan di sini adalah contoh bagaimana ni empunya blog kurang puas dengan hasil kerjanya. Ni empunya blog telah beberapa bulan ini latihan menggambar. Banyak orang menyatakan bahwa hasil gambaran ni empunya blog telah mengalami peningkatan. Kau tahu, mendengar semua itu rasanya sangat memuaskan. Hal yang membuatnya puas dan "enak" adalah karena di balik yang dipuji ada niat, kemauan, dan usaha yang dilakukan. Dan semua usaha itu terasa sangat manis karena dari segi kesadaran aku memang menginginkannya. Dan ini berhubungan dengan proyek pribadi yang sedang ni empunya blog jalankan, yaitu ingin 100% fokus pada apa yang sedang terjadi karena tak ingin menyia-siakan kesempatan sebagai manusia yang memiliki rasa. Bagi orang lain mungkin biasa, tapi bagi ni empunya blog semua ini terasa sangat manis, ketika ni empunya blog memiliki "kesadaran" akan eksistensinya lalu berminta dan mengusahakan yang diminati untuk mewujudkannya. Sangat manis.
Lalu akhirnya kemarin--tanpa harus mengumpulkan keberanian dan menganalisa bagaimana--ni empunya blog langsung posting di IG dan di FB menawarkan jasa gambar. Sehari setelah itu seorang teman memesan. Rasanya begitu luar biasa, karena rasanya semesta mendukung untuk mewujudkan keinginan "working from home". Satu jalan terbuka untuk mewujudkan keinginan itu, ni empunya blog teriak dalam hati dan tak bisa menahan tawa bahagia.
Tapi, secepat datangnya kesempatan, secepat itu pula datangnya tantangan. Ni empunya blog bergantung pada "muse" ketika menggambar, dan "muse" itu yang membuat ni empunya akun bisa menggambar. Tapi tiba-tiba ni empunya blog kehilangan "muse" itu tepat setelah pesanan pertama datang. Ni empunya blog sering mencoba menggambar ketika "muse" itu tidak ada, seperti bagian dari mendisiplinkan diri, tapi masih selalu menghasilkan gambaran yang kaku dan untuk pribadi ni empunya blog "tidak memuaskan".
Dan gambar inilah hasil dari menggambar tanpa "muse" dengan setengah kepuasan dalam diri. Jadi, bagaimana menurut pendapat kalian?

No comments:

Post a Comment