Saturday 28 April 2012

Ketika Pola Asuh Mempengaruhi Kemampuan Bicara Anak

Manusia sebagai makhluk sosial hidup berinteraksi dan saling menguntungkan satu sama lain. Dalam berinteraksi dibutuhkan alat untuk dapat bertukar pikiran dan perasaan. Pertukaran ini kita sebut dengan komunikasi. Dalam berkomunikasi, manusia membutuhkan sarana yang dapat menyimbolkan pikiran dan perasaan yang akan disampaikan maknanya pada orang lain yaitu bahasa. Salah satu bentuk bahasa yang dapat digunakan adalah bicara. Bicara merupakan bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud (Hurlock jilid 1 : 176) dan makna.
 
            Selama tahun pertama dan tengah tahun kedua pascalahir, sebelum anak mempelajari kata-kata yang cukup untuk digunakan sebagai bentuk komunikasi, mereka menggunakan empat bentuk komunikasi prabicara yaitu tangisan, celoteh, isyarat, dan ekspresi emosional (Hurlock jilid 1 : 177). Bicara terdiri atas kemampuan mengeluarkan bunyi tertentu dalam kombinasi yang dikenal sebagai kata yaitu aspek motorik bicara, dan kemampuan mengaitkan arti dengan kata-kata tersebut yakni aspek mental dari bicara (Hurlock jilid 1 : 183). Anak akan mulai mempelajari tata bahasa menginjak usia 1 tahun dengan salah satu caranya yaitu meniru orang terdekatnya (dalam hal ini biasanya pengasuh atau orang tua).
            Bicara menjadi peran terpenting dalam berinteraksi. Seorang anak harus dapat berbicara sekaligus memahami makna bahasa yang digunakan agar maksud dan makna yang ingin disampaikan dapat dipahami lawan bicaranya. Agar anak tahu mengucapkan kata dengan betul dan kemudian menggabungkannya menjadi kalimat yang betul, maka mereka harus memiliki model bicara yang baik untuk ditiru (Hurlock jilid 1 : 185). Model yang ditiru mungkin adalah orang di sekitar lingkungan mereka misalnya ayah, ibu, saudara, atau pengasuh. Jika mereka kekurangan model yang baik, mereka akan sulit belajar bicara dan hasil yang dicapai berada di bawah kemampuan mereka (Hurlock jilid 1 : 185). Terkait dengan model bicara bagi anak, orang tua adalah orang pertama yang dekat dengan anak yang diharapkan dapat menjadi model yang baik bagi pembelajaran bicara anak. Cara orang tua memandang dan mengasuh anaknya akan menjadi berpengaruh terhadap kemampuan bicara anak. Misalnya, anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa “anak harus dilatih dan bukan didengar” akan mengalami hambatan belajar bicara, sedangkan pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong anak untuk belajar dan berlatih bicara (Hurlock jilid 1 : 187).
Kemampuan  anak  berinteraksi dengan  cara  yang  dapat  dipahami penting intinya untuk menjadi anggota kelompok. Dalam suatu kelompok masyarakat, peran anak dalam kelompok masyarakat akan kecil jika mereka belum mampu berbicara dengan anggota kelompok tersebut. Anak yang mampu berkomunikasi dengan  baik  akan  diterima  lebih  baik  oleh  kelompok  sosial  dan  mempunyai kesempatan  yang  lebih  baik  untuk  memerankan  kepemimpinannya  ketimbang  anak  yang kurang mampu berkomunikasi atau takut menggunakannya.
Selain itu, kemampuan berbicara juga akan mempengaruhi penilaian sosial terhadap anak. Anak akan dinilai oleh anggota kelompok masyarakatnya dalam kaitannya dengan yang mereka katakan dan bagaimana mereka mengatakannya (Hurlock jilid 1 : 178). Hal ini dapat mempengaruhi penilaian diri anak. Kesan anggota kelompok masyarakat terhadap seorang anak akan tercermin dari perlakuan mereka terhadap anak. Bila kesan itu buruk, anak akan menilai dirinya sama dengan yang anggota kelompok masyarakatnya lakukan. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan diri anak di depan anggota kelompok masyarakatnya.

No comments:

Post a Comment