Tiga Gaya Asuh dan Efeknya pada Kehidupan Sosial Anak
Ditulis oleh : Birgitte Coste
Diterjemahkan oleh : Wening Sekar Satiti / PG-PAUD / April 2012
Dimulai dari penelitian pada tahun 1960,
ditemukan tiga gaya asuh untuk membantu kita memahami dan menjelaskan
kebiasaan dan perkembangan anak.
Hasil observasi mengenai dampak dari
pengasuhan orang tua terhadap perkembangan anak menarik perhatian banyak
peneliti dan sosiolog selama bertahun-tahun. Diane Baumrindlah yang
mula-mula menjelaskan tentang gaya asuh dan efek dari tiap gaya asuh
terhadap kebiasaan, kemampuan sosial, dan kematangan atau kedewasaan
anak.
Teori yang dikemukakan Baumrind didasarkan
pada dua elemen penting. Elemen pertama adalah tingkat respon orang tua
terhadap anaknya yang meliputi kehangatan, penuh dukungan, dan
penerimaan. Elemen kedua yang dimaksud Baumrind adalah tuntutan orang
tua terhadap anak, yang meliputi strategi-strategi mendisiplinkan anak
dan metode-metode mengontrol kebiasaan anak. Tugas orang tua adalah
untuk mempengaruhi, mengajari, dan mengarahkan anak-anak agar merasa
aman, bahagia, dan menjadi orang yang mandiri. Gaya komunikasi, harapan
orang tua terhadap anak, dan teknik mengasuh anak bisa saja menolong
atau malah menghalangi anak menjadi pribadi yang bahagia dan mandiri.
Tentunya, dalam mengategorikan gaya asuh yang
lebih spesifik dan memprediksi hasil dari gaya asuh tersebut tidaklah
mutlak karena beberapa orang tua dalam pengasuhannya mungkin saja
menggunakan gabungan dari beberapa gaya asuh, tidak mutlak dengan hanya
satu gaya asuh. Kebanyakan orang menggunakan perpaduan teknik karena
kedua orang tua mungkin saja memiliki perbedaan prinsip dan filosofi
dalam membesarkan anak. Kepribadian individu, lingkungan sosial, dan
kehadiran figur lain dalam kehidupan anak tidak dapat diabaikan ketika
sedang menaksir efek gaya asuh pada perkembangan anak. Tidak ada yang
bisa menyangkal bahwa terkadang anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga
yang sama memiliki banyak perbedaan, sementara itu terkadang anak-anak
yang dibesarkan dari keluarga yang berbeda bahkan berlawanan malah
memiliki persamaan bila dicocokkan dengan teori Baumrind tentang
kematangan atau kedewasaan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Teori yang dikemukakan Baumrind memberikan
pedoman untuk orang tua dalam mengidentifikasi teknik-teknik asuh yang
bermakna dan mengenali hal-hal yang perlu diubah dari sebuah gaya asuh,
tapi hal ini tidak berarti mutlak harus dipraktekkan sama persis. Teori
yang dikemukakan Baumrind ini seharusnya hanya digunakan sebagai pedoman
saja. Setiap orang tua perlu menentukan kebutuhan-kebutuhan anak mereka
dan memenuhinya dengan efektif, fokus pada pribadi anak secara
individu, dan menggunakan konsep gaya asuh sebagai alat untuk membantu
anaknya menjadi pribadi yang kuat, bahagia, dan sehat.
1. Otoriter
Gaya ini didefinisikan
sebagai gaya asuh orang tua dengan tuntutan yang tinggi sementara respon
terhadap anak rendah. Orang tua memiliki harapan yang sangat tinggi
terhadap anaknya dan memberikan sedikit toleransi pada perkembangan
individu, kreativitas, atau keinginan anak. Orang tua membentuk,
mengontrol, dan menghakimi perilaku anak berdasarkan sebuah standar
mutlak dan menuntut anak untuk memenuhi peraturan-peraturan yang dibuat
orang tua dengan patuh tanpa bertanya mengapa. Tradisi dan perintah yang
kaku adalah nilai yang harus dilaksanakan, dan tidak dapat ditolerir jika
gagal melaksanakan peraturan yang telah dibuat. Kebiasaan dan perilaku
dikontrol dengan hukuman. Orang tua yang otoriter memiliki pandangan
jika sesuatu tidak benar maka hal itu salah, dan anak-anak mereka
dinilai berdasarkan hal tersebut. Tidak ada tolerir terhadap suatu
tindakan. Orang tua yang otoriter tidak memberi ruang diskusi bagi anak
mereka, bahkan tidak ada komunikasi yang terjalin antara orang tua dan
anak. Kebijakan-kebijakan yang dibuat orang tua tidak disampaikan
maksudnya pada anak karena orang tua merasa tidak perlu menjelaskan
sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan anak tanpa pengecualian. Hal
inilah yang menjadi tuntutan orang tua otoriter terhadap anaknya.
Tujuannya adalah agar anak mereka dapat berperilaku layaknya orang
dewasa, memiliki tanggung jawab sebagai wujud dari kematangan pribadi,
dan memenuhi tuntutan-tuntutan yang diberikan untuk anak.
Anak dibesarkan dalam
suasana kaku dan keras. Suasana rumah keluarga otoriter seringkali muram
dan penuh rasa khawatir. Anak akan memiliki rasa rendah diri karena
mereka tidak dapat menikmati hidup seperti yang mereka harapkan, dan
biasanya tidak terbiasa dengan perilaku-perilalu yang menyimpang.
Karena biasanya keputusan diambil oleh orang tua, anak cenderung tidak
dapat berpikir mandiri, tidak dapat bersaing, dan tidak memiliki
keinginan untuk mencoba hal baru. Mereka cenderung tidak dapat menangani
rasa frustasi dan sulit menyelesaikan masalah atau tantangan yang
dihadapi. Biasanya, anak dari keluarga otoriter menjadi penurut karena
takut pada hukuman dan perilaku mereka didasarkan pada motivasi dari
luar diri.
2. Permisif
Gaya ini didefinisikan
sebagai gaya asuh orang tua dengan tuntutan yang rendah sementara respon
terhadap anak tinggi. Orang tua sangat ramah dan baik serta merespon
dengan baik keinginan anak dan memiliki sedikit tuntutan terhadap
anaknya. Orang tua menggunakan alasan, manipulasi, dan suap untuk
mengontrol anaknya. Orang tua lebih ingin menjadi teman anaknya daripada
menjadi seorang figur yang berkuasa atas anaknya. Orang tua percaya
bahwa anak harus diperlakukan sama dan diberikan kebebasan; bagaimanapun
juga, orang tua tidak mengharapkan anaknya untuk berperilaku layaknya
orang dewasa. Hal ini akan menimbulkan sikap egois pada diri anak dimana
fokus kehidupan hanya pada diri si anak tanpa memperhatikan kebutuhan
orang lain di sekitarnya. Peraturan-peraturan yang sifatnya kaku
dianggap membatasi perkembangan anak. Orang tua melibatkan anak dalam
proses diskusi yang mana segala kebijakan yang dibuat didiskusikan
bersama dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Orang tua yang permisif
biasanya takut pada konfrontasi sehingga disiplin jarang ditegakkan.
Orang tua memiliki sedikit tuntutan dan sangat menerima keinginan anak
mereka dan mendorong anak mereka mengambil tiap kesempatan yang didapat
untuk bisa mencapai keinginan anak.
Sayangnya, kebebasan mutlak
yang diberikan kepada anak biasanya malah menghasilkan kegelisahan pada
anak karena ketidaktegasan orang tua. Anak tidak tahu apa yang
seharusnya mereka percaya dan biasanya melakukan sesuatu tanpa pikir
panjang karena mereka tahu orang tua mereka akan melakukan apa saja
untuk menghindari konflik. Anak yang dibesarkan dalam keluarga permisif
cenderung bertindak sesuai kata hati, membangkang, biasanya cenderung
banyak tingkah, bahkan terkadang menjadi sosok yang sulit diatur. Karena
anak dalam keluarga permisif diperlakukan sama, anak akan memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik, tapi kemungkinan menunjukkan
pengaturan emosi yang buruk dan cenderung mudah menyerah saat menghadapi
tantangan.
3. Autoritatif
Gaya asuh ini sebenarnya
adalah perpaduan dari dua gaya asuh sebelumnya. Gaya ini didefinisikan
sebagai gaya asuh orang tua dengan tuntutan dan respon terhadap anak
seimbang. Orang tua cenderung suportif daripada punitif; bagaimanapun
juga, orang tua memiliki standar yang jelas terhadap tuntutan perilaku
anak. Orang tua yang autoritatif akan “mengarahkan” ketimbang
“mengontrol” dan berusaha menerima kepribadian dan ketertarikan tiap
anak. Orang tua memberikan alasan terhadap peraturan yang dibuat dan
memperbolehkan timbal-balik, memdengarkan dan menghargai sudut pandang
anak. Anak diberikan kebebasan untuk bicara, dengan keputusan
terakhir yang diambil didiskusikan dan diketahui oleh orang tua yang
memiliki wewenang terhadap anaknya. Hukuman tidak selalu digunakan untuk
mencegah munculnya perilaku buruk. Anak didorong untuk mengembangkan
potensi mereka dan dilatih membuat keputusan sendiri.
Diana
Baumrind adalah orang yang sangat menganjurkan gaya asuh autoritatif.
Baumrind percaya bahwa perhatian yang positif, peraturan-peraturan yang
adil, dan kehangatan lingkungan serta penerimaan akan menghasilkan
kebahagiaan, adaptasi yang baik, kepercayaan diri, berkemampuan, dan
memiliki tujuan hidup. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang dibesarkan
dalam keluarga autoritatif memiliki perkembangan kemampuan sosial yang
baik, dapat bekerja keras, dan dapat berpikir kreatif serta mandiri.
Ketiga gaya
asuh yang dikenalkan oleh Baumrind membantu orang tua dalam mengevaluasi
teknik mengasuh dan mengembangkan strategi positif mereka sehingga
orang tua dapat secara efektif membesarkan anak-anak yang bahagia,
tumbuh dalam rasa aman, bertanggung jawab, dan menjadi pribadi yang
mandiri.
No comments:
Post a Comment